Beranda | Artikel
Marah Ketika Memberikan Nasihat Apabila Melihat Sesuatu Yang Tidak Disukai
Sabtu, 15 Desember 2018

Bersama Pemateri :
Ustadz Maududi Abdullah

Bab marah ketika memberikan nasihat apabila melihat sesuatu yang tidak disukai (بَابُ الغَضَبِ فِي المَوْعِظَةِ وَالتَّعْلِيمِ ، إِذَا رَأَى مَا يَكْرَهُ), ini merupakan kajian Islam ilmiah yang disampaikan oleh Ustadz Maududi Abdullah, Lc. dalam pembahasan Kitabul ‘Ilmi dari kitab Shahih Bukhari. Kajian ini disampaikan pada 18 Jumadal Akhirah 1439 H / 06 Maret 2018 M.

Status Program Kajian Kitab Shahih Bukhari

Status program kajian Kitab Shahih Bukhari: AKTIF. Mari simak program kajian ilmiah ini di Radio Rodja 756AM dan Rodja TV setiap Selasa pekan ke-1 dan ke-3, pukul 10:00 - 11:30 WIB.

Download mp3 kajian sebelumnya: Bab Bergantian dalam Menuntut Ilmu

Ceramah Agama Islam Tentang Bab Marah Ketika Memberikan Nasihat Apabila Melihat Sesuatu Yang Tidak Disukai – Kajian Shahih Bukhari

Berkata Imam Bukhari:

حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ كَثِيرٍ ، قَالَ : أَخْبَرَنَا سُفْيَانُ ، عَنِ ابْنِ أَبِي خَالِدٍ ، عَنْ قَيْسِ بْنِ أَبِي حَازِمٍ ، عَنْ أَبِي مَسْعُودٍ الأَنْصَارِيِّ قَالَ : قَالَ رَجُلٌ يَا رَسُولَ اللَّهِ ، لاَ أَكَادُ أُدْرِكُ الصَّلاَةَ مِمَّا يُطَوِّلُ بِنَا فُلاَنٌ ، فَمَا رَأَيْتُ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فِي مَوْعِظَةٍ أَشَدَّ غَضَبًا مِنْ يَوْمِئِذٍ ، فَقَالَ : أَيُّهَا النَّاسُ ، إِنَّكُمْ مُنَفِّرُونَ ، فَمَنْ صَلَّى بِالنَّاسِ فَلْيُخَفِّفْ ، فَإِنَّ فِيهِمُ المَرِيضَ ، وَالضَّعِيفَ ، وَذَا الحَاجَةِ

“Telah menceritakan kepada kami Muhammad bin Katsir berkata telah mengabarkan kepada kami Sufyan dari Ibnu Abu Khalid dari Qais bin Abu Hazim dari Abu Al Mas’ud Al Anshari berkata seorang sahabat bertanya: ‘Wahai Rasulullah aku hampir tidak sanggup shalat yang dipimpin seseorang dengan bacaannya yang panjang.’ Maka aku belum pernah melihat Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam memberi peringatan dengan lebih marah dari yang disampaikannya hari itu seraya bersabda: ‘Wahai manusia kalian membuat orang lari menjauh. Maka barangsiapa shalat mengimami orang-orang ringankanlah. Karena diantara mereka ada orang sakit orang lemah dan orang yang punya keperluan`”

Bab marah ketika memberikan arahan, marah ketika memberikan peringatan, marah Ketika memberikan nasihat kepada orang yang hadir. Dan terlihat marahnya bisa melalui wajah, kata-kata dan ungkapan yang juga bisa memperlihatkan bahwa orang yang sedang berbicara sedang marah.

Sifat Rasul kita adalah pengasih dan penyayang, sifat Rasul kita adalah orang yang lembut luar biasa. Rasul kita memiliki sifat yang paling sempurna dalam kelemahlembutan. Namun sayang, sering sekali kaum muslimin hanya mengira Rasulullah itu orangnya lembut. Dan kita mengira bahwa lembutnya Rasul itu untuk seluruh pola hidup kehidupan beliau dalam memimpin umat. Ternyata tidak. Rasulullah juga memiliki sifat marah didalam berdakwah. Dan tidak sedikit hadits-hadits Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam yang disampaikan kepada kita oleh para sahabat berbicara tentang marahnya Rasul shallallahu ‘alaihi wa sallam. Ini menunjukkan bahwasanya Rasul tidak selamanya lemah lembut. Namun beliau juga memiliki sifat marah.

Seorang guru yang marah, seorang pendidik yang marah, ini perlu kita ketahui. Terkadang kita ditegur oleh sebagian jamaah. Ketika memberikan peringatan lalu tampak suara kita dengan intonasi tinggi dan emosi, beliau mengatakan, “Tidak baik Ustadz, Rasulullah itu orangnya pengasih dan penyayang, lemah lembut.” Betul apa yang dia katakan. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam pengasih, penyayang dan lemah lembut. Namun dia juga harus tahu  bahwa terkadang Rasulullah juga emosi. Terkadang Rasulullah juga marah. Artinya bukankahlah kehidupan Rasul itu 100% tanpa marah. Salah satunya kalau bertemu dengan hal-hal yang mengandung dan mengundang emosi. Rasul shallallahu ‘alaihi wa sallam akan marah.

Rasul memiliki sifat sempurna. Lalu apakah orang yang marah itu menghilangkan kesempurnaan sifatnya? Jawabannya tidak, dengan syarat marah diletakkan pada tempatnya yang benar. Dan marah ditunjukkan dengan cara yang benar. Tapi kalau sudah hilang syarat ini, emosi seseorang bisa menjadi aib dalam sifatnya. Kalau salah menempatkan marah kepada orang yang tidak pantas dimarahi, aib dalam sifatnya. Dan kalau sasaran orangnya sudah benar namun sikap dan sifat ketika marah tidak benar dan tidak terkontrol, maka ini juga aib didalam sifat. Namun kalau marah kepada orang yang pantas dimarahi dan dengan sikap yang pantas untuk memarahi, maka ini adalah sifat kesempurnaan, sebuah sifat seorang insan. Karenanya Allah letakkan sifat Rasul-Nya memiliki sifat marah. Bahkan lebih daripada itu Allah juga memiliki sifat marah.

Allah mengatakan didalam Al-Quran Allah mengatakan:

..وَغَضِبَ اللَّـهُ عَلَيْهِمْ..

..dan Allah memurkai dan mengutuk mereka..” (QS. Al-Fath[48]: 6)

Juga didalam surat Al-Fatihah:

…غَيْرِ الْمَغْضُوبِ عَلَيْهِمْ وَلَا الضَّالِّينَ ﴿٧﴾

“..bukan (jalan) mereka yang dimurkai dan bukan (pula jalan) mereka yang sesat.“(QS. Al-Fatihah[1]: 7)

Yang perlu digaris bawahi adalah bahwa Allah saja yang memiliki sifat-sifat sempurna ternyata memiliki sifat marah. Jadi marah bukan aib dengan syarat yang telah kita sebutkan. Tetapi kalau kita marah kepada orang yang salah, yang tidak pantas untuk dimarahi, maka itu adalah aib. Atau orangnya pantas dimarahi namun perilaku kita ketika marah, akhlak kita ketika marah, tutur kata kita ketika marah, sikap kita ketika marah diluar kontrol atau berbuat maksiat, maka sifat marah kita menjadi aib dalam diri kita. Sementara Rasul kita tercinta shallallahu ‘alaihi wa sallam memiliki sifat marah dan yang dimarahi orang yang pantas dimarahi dan sikap Rasulullah ketika mengutarakan marahnya adalah sikap yang pas dan dibawah kontrol, tidak melakukan kesalahan, tidak melakukan kemaksiatan, tidak mengucapkan kata-kata yang tidak pantas.

Marahnya Rasul shallallahu ‘alaihi wa sallam adalah kesempurnaan sifat beliau. Seorang pendidik seorang guru perlu marah, agar agar murid-murid tahu mereka salah. Dizaman kita sekarang, sudah mulai ditanamkan ke dalam fikiran kita bahwa guru yang terbaik adalah guru yang tak pernah emosi. Guru yang paling harus diberikan penghargaan adalah guru yang tak pernah marah. Walau kepalanya sudah dijitak oleh murid-muridnya, guru itu tidak boleh marah. Tentu ini salah besar. Murid yang sudah kurang ajar, pantas dimarahi. Namun guru ketika memarahinya juga harus berakhlak mulia agar si murid tahu dia sudah kelewat batas. Kalau Antum mencari sekolah dimana anaknya tidak boleh dimarahi di sekolah itu, selamat! Anak antum tidak akan memiliki akhlak mulia. Dan anak Antum tidak akan memiliki kedisiplinan.

Lihatlah bagaimana aparat keamanan Indonesia. Kenapa menjadi aparat keamanan yang disegani dunia? Karena selalu dimarahi kalau salah, selalu dihukum kalau keliru, sehingga disiplin, tepat waktu, tidak kegabah.

Kembali kita kepada hadits Nabi kita tercinta shallallahu ‘alaihi wa sallam. Ternyata Rasulullah itu tidak selama hidupnya tak pakai emosi, tak pakai marah, ternyata Rasul kita juga punya sifat marah. Karena marah adalah kesempurnaan sifat seorang insan. Namun perlu diketahui:

Pertama, Rasul tidak pernah marah dalam urusan dunia. Kalau kita introspeksi sifat marah kita, rata-rata karena dunia. Maka jangan pula kita marah gara-gara urusan dunia lalu berdalil, “Rasul saja marah.” Piring pecah sama anak, kita marah. Anak menutup pintu keras-keras, kita marah. Anak lupa pulang, kita marah. Hal-hal yang sifatnya dunia cukup diarahkan. Kecuali anak itu telah terlalu sering diarahkan, diarahkan, diarahkan, dan sepertinya ada penyepelean terhadap orang tuanya, ini sudah masuk ke kancah agama. Anak tidak berakhlak kepada orang tuanya.

Kedua, hadits-hadits berbicara marahnya Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, semuanya kesalahan beragama. Kata Aisyah radhiyallahu ‘anha, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam tidak pernah marah dan membela harga diri beliau dalam urusan dunia. Kecuali kalau sudah agama Allah yang diutak-atik manusia. Agama Allah yang dipermainkan, maka Rasulullah marah dan membalas karena Allah dan untuk Allah. Kalau kita, ketika agama yang di otak-atik kita diam saja tapi kalau harga diri kita yang diotak-atik baru kita bangkit membela. Ada kesalahan penempatan marah.

Ketiga, melihat biografi kehidupan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, marahnya tidak seberapa dibanding penyayangnya. Pengasihnya jauh lebih banyak, pemaafnya jauh lebih banyak, kedermawanannya jauh lebih banyak, kesabaran yang jauh lebih banyak dibanding dengan marah. Jangan dibalik. Ada Ustadz pemarah lalu dia berdalih dengan hadits-hadits Rasulullah. Tapi marahnya dia lebih mayoritas dibanding sayangnya. Tentu ini tidak tepat.

Keempat, Rasulullah selalu marah kepada orang yang sudah tahu dan melakukan kesalahan. Adapun kepada orang awam yang belum tahu, Rasulullah tidak pernah marah walaupun kesalahannya besar. Marahnya Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam tertuju kepada murid-muridnya dan tidak tertuju kepada musuh-musuhnya, juga tidak tertuju kepada orang awam yang baru belajar agama, bahkan yang baru mau akan belajar ilmu agama. Dan ini poin penting bagi setiap guru yang akan marah, bagi setiap Mudarris, Mu’alim, Ustadz, Buya yang akan marah. Mmarahlah kepada murid-murid yang sudah didik, diajar, diberitahu, disampaikan, namun masih melakukan kesalahan. Jangan justru marah diarahkan kepada orang yang belum mengerti.

Simak pada menit ke – 27:29

Simak Penjelasan Lengkapnya dan Download mp3 Ceramah Agama Islam Tentang Bab Marah Ketika Memberikan Nasihat Apabila Melihat Sesuatu Yang Tidak Disukai – Kajian Shahih Bukhari


Artikel asli: https://www.radiorodja.com/45469-marah-ketika-memberikan-nasihat-apabila-melihat-sesuatu-yang-tidak-disukai/